Sobat, Kali ini ga ada salahnya dah gua berbagi sedikit ilmu tentang mengapa wanita harus berjilbab, Namun juga saya tidak mungkin menjelaskannya panjang lebar disini, Namun saya hanya mengajak anda untuk meluangkan sedikit waktu untuk membaca sebuah buku yang berjudul 100 Nasehat Nabi untuk Wanita melalui leptop anda, ets, jangan salah, buku ini bukan hanya untuk perempuan, kalian laki-laki juga harus baca, termasuk saya, karna suatu saat kan punya istri juga, amiinn.. sebagai imam kan kita juga harus tau tentng ma'mum setia kita.. Nah silahkan download bukunya(DI SINI)
Trimakasih Sudah Membaca,, Semoga Bermanfaat...
Berita-Berita
Mencakup Berita-Berita yang Insya Allah Bermanfaat
Senin, 05 Oktober 2015
Rabu, 30 September 2015
Syair yang Bagus Untuk Kita Renungkan
Syair Oleh Imam Syafi’i rahimahullah
Panah Malam
Imâm
Syâfi’i rahimahullâh (wafat: 204-H) berkata dalam bait syairnya:
أَتَهْزَأُ بِالدُّعَاءِ وَتَزْدَرِيْهِ ** وَمَا تَدْرِيْ
بِمَا صَنَعَ الْدُّعَاءُ
“Apa
engkau mencemooh do’a dan meremehkannya? ** Kau tidak tahu apa yang mampu
dilakukan oleh do’a.”
سِهَامُ اللَّيْلِ لاَ تُخْطِي ** لَهَا أَمَدٌ وَلِلْأَمَدِ
انْقِضَاءُ
“Panah
malam (yakni: dua tangan yang menengadah pada Allâh di malam hari) tak akan
pernah kembali dengan sesuatu yang hampa ** Dia memiliki tujuan, dan setiap
tujuan pasti memiliki akhir pemberhentian.”
Selamat
Tinggal Rasa Malas”
تَصَبَّرْ عَلَى مُرِّ الجَفَا مِنْ مُعَلِّمٍ ** فَإِنَّ رُسُوْبَ الْعِلْمِ فِيْ نَفَرَاتِهِ
“Bersabarlah atas pahit getirnya
jauh dan asing dari Sang Guru ** Karena bersemayamnya ilmu (di dalam
hati-pent), diraih dari talqîn dan penjelasan Sang Guru (maka janganlah
berpaling darinya-pent).”
فَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَعَلُّمِ سَاعَةً ** تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهْلِ طُوْلَ حَياتِهِ
“Barangsiapa belum pernah
merasakan pahitnya menuntut ilmu walau sesaat ** Ia kan menelan hinanya
kebodohan sepanjang hidupnya.”
وَمَن فاتَهُ التَعليمُ وَقْتَ شَبابِهِ ** فَكَبِّر عَلَيْهِ أَربَعاً لِوَفاتِهِ
“Barangsiapa menyia-nyiakan waktu menuntut ilmu di masa mudanya ** Maka bertakbirlah empat kali atas kematiannya (maksudnya: shalati jenazah orang tersebut, karena pada hakikatnya orang yang menyia-nyiakan masa mudanya, adalah orang yang telah lama mati sekalipun ia masih berjalan di muka bumi-pent).”Minggu, 27 September 2015
Biografi Abdulllah Bin Umar Bin 'Ash
Namanya
adalah Amr bin Ash bin Wail bin Hisyam bin Said bin Sahm al-Qurasyi as-Sahmi.
Di antara jasa besarnya adalah ketika Umar bin Khattab mengamanatinya untuk
menaklukkan Mesir, dan dia berhasil menunaikan amanat tersebut. Amr merupakan
salah seorang pahlawan bangsa Arab yang sangat terkenal, sekaligus seorang
politisi yang cemerlang. Terkenal dengan kecerdasan dan kepintarannya mengatur
siasat.
Sebelum
Memeluk Islam
Kuniah
Amr bin al-Ash adalah Abu Abdullah atau Abu Muhammad. Ia adalah seorang
pedagang yang biasa bersafar ke Syam, Yaman, Mesir, dan Habasyah. Amr bin
al-Ash memiliki bakat alamiah yang komplit, seorang penunggang kuda yang mahir,
termasuk di antara kesatrinya kaum Quraisy, negosiator ulung, dan ia juga
seorang penyair yang puitis dan fasih bahasanya. Tidak heran, mengapa
orang-orang Quraisy mengirimnya untuk melobi an-Najasyi agar mengembalikan
orang-orang Mekah yang hijrah ke Habasyah.
Keislaman
Amr bin al-Ash
Amr
bin al-Ash masuk Islam pada tahun 8 H setelah kegagalan Quraisy dalam perang
Ahzab dan enam bulan sebelum penaklukkan Kota Mekah. Saat itu ia datang bersama
Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah ke Kota Madinah. Ketika tiga orang ini
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah menatap
ketiganya, lalu bersabda, “Mekah telah memberikan putra terbaiknya untuk kalian
(umat Islam).”
Amr
bin al-Ash mengatakan, “Pada saat Allah menganugerahkan hidayah Islam di
hatiku, aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aku
mengatakan, ‘Julurkanlah tangan Anda, aku akan membaiat Anda’. Rasulullah pun
menjulurkan tangan kanannya kepadaku. Lalu kutahan tanganku –sebentar-.
Rasulullah
bertanya, ‘Ada apa wahai Amr?’
Kujawab,
‘Aku ingin Anda memberikan syarat kepadaku’.
Rasulullah
mengatakan, ‘Apa syarat yang kau inginkan?’
Aku
menjawab, ‘Agar dosa-dosaku diampuni.’
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidakkah engkau
ketauhi, bahwa keislaman menghapuskan dosa-dosa sebelumnya? Demikian juga
hijrah menafikan kesalahan-kesalahan yang telah lalu? Dan juga haji menyucikan
hilaf dan dosa terdahulu?’ (HR. Muslim).”
Di
masa keislamannya, Rasulullah dekat kepadanya dan mendidiknya dengan pendidikan
tauhid yang murni. Rasulullah tahu, Amr adalah orang yang istimewa, terkenal
dengan keberanian dan bakat-bakat lainnya. Rasulullah mengutus kepadanya
seorang utusan yang membawa pesan, “Bawalah pakaian dan senjatamu, lalu
temuilah aku.”
Amr
mengatakan, “Lalu aku menemui beliau yang saat itu sedang berwudhu. Beliau
menatapku lalu menganguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu beliau bersabda,
إِنِّى
أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللَّهُ وَيُغْنِمَكَ
وَأَرْغَبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً
“Sesungguhnya
aku hendak mengutusmu berperang bersama pasukan. Semoga Allah menyelamatkanmu,
memberikan ghanimah, dan aku berharap engkau mendapat harta yang baik.”
Amr
menanggapi, “Wahai Rasulullah, aku masuk Islam bukan untuk mencari harta, akan
tetapi aku berislam karena aku mencintai agama ini. Dan menjadi salah seorang
yang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (sahabatmu).
Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا
عَمْرُو؛ نِعْمَ المَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Wahai
Amr, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki orang yang shaleh.” (HR.
Ahmad dalam Musnad-nya no.17798 dan Hakim no.2926).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
عَمْرَو بْنَ العَاصِ مِنْ صَالحِي قُرَيْشٍ
“Sesungguhnya
Amr bin al-Ash adalah di antara orang-orang yang baik dari kalangan Quraisy.”
(HR. Tirmidzi dalam Sunan-nya no.3845).
Dalam
riwayat Hakim dalam Mustadrak Rasulullah mempersaksikan bahwa Amr bin
al-Ash adalah orang yang beriman bukan seorang laki-laki yang munafik.
ابْنَا
الْعَاصِ مُؤْمِنَانِ هِشَامٌ وَعَمْرٌو
“Dua
orang anak laki-laki al-Ash adalah orang yang beriman, yaitu Hisyam dan Amr.”
(HR. Hakim no.5053 dan Ahmad dalam Musnad-nya no. 8029)
Ini
adalah persaksian dari manusia yang paling mulia, yang perkataannya adalah
wahyu yang tidak didustakan, atas keimanan Amr bin al-Ash. Rasulullah sangat
mencintai dan mengagumi kemampuan Amr bin al-Ash, terbukti dengan beliau
mengangkatnya sebagai pimpinan pasukan perang Dzatu Salasil dan mengangkatnya
sebagai amir wilayah Oman sampai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
wafat.
Penaklukkan
oleh Amr bin al-Ash
Pada
masa Abu Bakar ash-Shiddiq, Amr bin al-Ash turut serta dalam memerangi
orang-orang murtad. Setelah itu Abu Bakar mengangkatnya sebagai panglima salah
satu pasukan yang diberangkatkan menuju wilayah Syam. Lalu ia bergabung dengan
Khalid bin Walid dalam Perang Yarmuk. Kemudian ia merampungkan penaklukkan
wilayah Syam. Melalui pemimpin ulung ini, wilayah Gaza, Yafa, Rafah, Nabulus,
dll. berhasil dikuasai kaum muslimin.
Pada
masa Umar bin Khattab, ia dipercaya memimpin wilayah Palestina. Kemudian Umar
memerintahkannya berangkat menuju Mesir untuk menghadapi pasukan Romawi. Umar
sangat mengagumi kecerdasan yang dimiliki Amr bin al-Ash, sampai-samapi ia
memujinya dengan mengatakan, “Tidak pantas, bagi Abu Abdullah (Amr bin al-Ash)
berjalan di muka bumi ini kecuali sebagai seorang pemimpin.” (Riwayat Ibnu
Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 46:155).
Tibalah
waktu dimana Umar bin Khattab memerintahkan Amr untuk berangkat ke Mesir
memerangi orang-orang Romawi. Menyerang negara adidaya ini, Amr hanya diberi
bekal 4000 orang pasukan yang berangkat bersamanya. Tanpa perasaan gentar dan
takut, pasukan pun bertolak menuju ke tanah para Firaun itu.
Amirul
mukminin, Umar bin Khattab tetap memantau pasukan ini, ia senantiasa meneliti
kabar-kabar tentang Romawi di Mesir dan juga senantiasa berdiskusi dengan
pembesar sahabat. Setelah beberapa diskusi dan mendengar kabar-kabar tentang
Romawi, Umar khawatir dengan pasukan Amr, khawatir mereka tidak mampu
menghadapi pasukan Romawi yang begitu kuat dan banyak jumlahnya. Akhirnya
amirul mukminin menulis surat kepada Amr,
إذا
بلغتكَ رسالتي قبل دخولك مصر فارجع، وإلَّا فسِرْ على بركة الله
Apabila
suratku sampai kepadamu sebelum engkau memasuki Mesir, maka kembalilah! Tetapi
jika engkau sudah memasukinya, lanjutkanlah dengan keberkahan dari Allah.
Akhirnya
surat tersebut sampai ke tangan Amr yang kala itu sudah memasuki wilayah Arisy
(pinggiran Mesir pen.). Amr bertanya kepada pasukannya, “Apakah kita
sudah memasuki Mesir atau masih berada di wilayah Palestina?” Pasukannya
menjawab, “Sekarang kita sudah di Mesir.” Lalu Amr mengatakan, “Jika demikian
kita lanjutkan perjalanan sebagaimana yang diperintahkan amirul mukminin.”
Pemimpin
yang cerdik dan pemberani ini membawa pasukannya menaklukkan kota demi kota di
wilayah Mesir. Dimulai dari Kota Farma, kemudian Belbis, dan Ummu Danain.
Setelah itu sampailah Amr di kota besar Iskandariyah. Di kota ini terdapat
50.000 orang pasukan Romawi.
4000
pasukan yang tenaganya telah tercurah dalam beberapa peperangan sebelumnya,
dengan gagah berani mengepung Kota Iskandariyah yang memiliki pasukan yang
besar. Di tengah pengepungan, tersiar kabar bahwa Raja Romawi di Konstantinopel
wafat dan digantikan dengan adiknya. Sang adik yang tidak banyak mengetauhi
tentang konflik di Mesir ini, memandang tidak ada celah untuk mengalahkan umat
Islam. Ia memerintahkan perwakilannya di Mesir, Raja Muqauqis, agar mengikat
perjanjian damai dengan umat Islam.
Dalam
perjanjian damai itu, tersebutlah beberapa poin berikut ini: (1) Setiap orang
menyerahkan dua dinar, kecuali orang tua dan anak-anak, (2) Orang-orang Romawi
pergi dengan harta dan barang-barang mereka dari Kota Iskandariyah, (3) Umat
Islam menghormati gereja-gereja Kristiani saat memasuki kota, dan syarat lainnya.
Setelah itu, Amr mengirimkan kabar gembira ke Madinah bahwa Mesir sudah jatuh
ke tangan umat Islam.
Menjadi
Gubernur Mesir
Orang-orang Mesir menyambut gembira kedatangan umat Islam, hal itu dikarenakan mereka mengetahui keadilan umat Islam dan mereka bebas dari kezaliman dan sifat kasar orang-orang Romawi. Amr bin al-Ash berkata kepada penduduk Mesir, “Wahai penduduk Mesir, sesungguhnya Nabi kami telah mengabarkan bahwa Allah akan menaklukkan Mesir untuk umat Islam, dan beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mewasiatkan kami agar berbuat baik kepada kalian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا افْتَتَحْتُمْ مِصْرَ فَاسْتَوْصُوا بِالْقِبْطِ خَيْرًا؛ فَإِنَّ لهُمْ ذِمَّةً وَرَحِمًا
‘Jika kalian menaklukkan Mesir, maka aku wasiatkan agar kalian berbuat baik kepada orang-orang Qibthi ini. Mereka berhak atas perlindungan dan kasih sayang’.” (HR. Muslim no.2543).
Selama masa-masa memimpin Mesir, Amr sangat mencintai dan dicintai rakyatnya. Ia memperlakukan mereka dengan adil dan penuh hikmah. Pada masanya juga Mesir mengalami kemajuan pembangunan, di antaranya perencanaan pembangunan Kota Fustat (sekarang disebut Kairo).
Wafatnya Amr bin al-Ash
Amr bin al-Ash wafat pada tahun 43 H atau 663 M, saat itu umurnya lebih dari 90 tahun. Ia telah meriwayatkan 39 hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika ia sedang sakit yang mengantarkannya kepada wafat, anaknya Abdullah bin Amr datang menemuianya. Abdullah melihat ayahanda tercinta sedang menangis, lalu ia mengatakan, “Wahai ayahanda, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira kepadamu, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira kepadamu.”
Kemudian Amr menghadapkan wajahnya dan mengatakan, “Aku mengalami tiga fase perjalanan hidup; dahulu aku adalah orang yang sangat membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku sangat senang apabila aku berhasil menangkapnya lalu membunuhnya dengan tanganku. Seandainya aku wafat dalam fase ini, pastilah aku menjadi penduduk neraka.
Ketika Allah menghadirkan kecintaan terhadap Islam di dalam hatiku, aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kukatakana kepada beliau, ‘Julurkanlah tangan Anda, aku akan membaiat Anda’. Rasulullah pun menjulurkan tangan kanannya kepadaku. Lalu kutahan tanganku –sebentar-.
Beliau bertanya, ‘Ada apa wahai Amr?’
Kujawab, ‘Aku ingin Anda memberikan syarat kepadaku’.
Rasulullah mengatakan, ‘Apa syarat yang kau inginkan?’
Aku menjawab, ‘Agar dosa-dosaku diampuni.’
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidakkah engkau ketauhi, bahwa keislaman menghapuskan dosa-dosa sebelumnya? Demikian juga hijrah menafikan kesalahan-kesalahan yang telah lalu? Dan juga haji menyucikan hilaf dan dosa terdahulu?’
Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mataku senantiasa membayangkan dirinya. Aku segan menahan pandanganku –menatap matanya saat matanya menatap mataku- yang demikian, karena aku sangat menghormatinya. Kalau sekiranya aku dipinta untuk menjelaskan fisik beliau, -mungkin- aku tidak mampu, karena aku tidak pernah menyorotkan mataku kepadanya karena rasa hormatku untuknya. Jika aku wafat dalam keadaan demikian, aku berharap aku termasuk penduduk surga.
Kemudian terjadilah suatu perkara, yang aku tidak tahu bagaimana keadaanku kala itu. Tidak bersamaku angin yang berhembus demikian juga api. Saat kalian menguburkanku dan kalian lempari aku dengan tanah pekuburan, kemudian kalian berdiri sesaat di pemakamanku, dan aku menunggu apa yang aku akan jawab dari pertanyaan utusan (malaikat) Rab-ku.” (Riwayat Muslim dalam kitab al-iman, no.121)
Demikianlah Amr bin al-Ash, seorang sahabat yang mulia, seseorang yang memiliki jasa besar terhadap penyebaran dan kekuatan Islam juga terhadap umat Islam. Seorang yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah setelahnya. Semoga Allah meridhai beliau…
Sumber: islamstory.com
Biografi Abdullah bin Amr bin Ash
Biografi Abdullah bin Amr bin Ash - Beliau adalah Abdullah bin amr bin ash, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Al ash. Ketika beliau masuk Islam Nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam mengubah nama beliau dengan Abdullah. Gelar beliau adalah Abu Muhammad atau ada pula yang mengatakan Abdurrahman atau Abu Nushair Al Qurays As Sahmi.
Beliau adalah sosok mujahid yang tangguh, tinggi, gemuk dan berwajah kemerah-merahan putih rambut dan jenggotnya.Ketika usianya telah lanjut kedua mata beliau buta. Abdullah bin Amr adalah orang yang alim, shalih, kuat dan bersemangat dalam beribadah. Beliau adalah sahabat rasulullah, demikian pula Bapaknya, bahkan beliau lebih dahulu masuk Islam sebelum ayahnya. Beliau dikenal sangat rajin membaca Al quran, tiada punya rasa bosan. Abdullah memang dikenal sangat rajin beribadah, baik sholat, puasa membaca Al Quran maupun shalat malam, sampai beliau berlebihan dalam menjalankannya.Rasulullah SAW pun memanggil Abdullah dan diperintahkan agar tidak terlalu berlebihan dalam beribadah. Dan beliau bersabda :
"Aku puasa dan berbuka, bangun shalat malam dan tidur juga menikahi wanita, maka yang tidak suka sunahku tidaklah termasuk golonganku"
Abdullah bin Amr ini semenjak masuk Islam pertama-tama yang menjadi pusat perhatiannya adalah Al Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur. Setiap turun ayat maka dihafalkan dan diusahakan untuk memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna beliau pun telah hafal keseluruhannya. Dan beliau menghafalkan itu bukanlah hanya sekedar mengingat, akan tetapi idihafalkan dengan tujuan dapat dipergunakan untuk memupuk jiwanya, dan kemudian menjadi hamba Allah yang taat.
Abdullah pernah berkata: "Kami telah mengumpulkan Al Quran kemudian kami membaca keseluruhannnya dalam waktu semalam".Memang beliau dikaruniakan akal yang sempurna ,cerdas, semangat dalam mencari ilmu dari Nabi, rajin dan tekun mencatat. Ia pun memiliki ilmu dan amal yang mapan.
Abu Hurairah pernah berkata: "Tidak ada seorang pun dari shahabat Rasulullah SAW yang lebih banyak haditsnya dari pada kami kecuali Abdullah bin Amr, Karena beliau menulis dan kami tidak menulis."
Diantara keistimewaan beliau adalah bahwa beliau sebaik-baik ahlu bait. Dan ketika berada di rumah Rasulullah SAW , Rasul bertanya: "Tahukah kamu siapa yang bersama kami di rumah?", Kami berkata: "siapa Rasulullah". Beliau menjawab Jibril. Kami berkata: "Assalamualaika yaa Jibril warahmatullah". Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Jibril telah menjawab salam kamu"(HR Tabrani).
Beliau wafat pada malam hari di usianya yang ke 72 tahun bertepatan dengan tahun 65 atau 63 hijriah dan dimakamkan di rumahnya sendiri, karena terjadinya kerusuhan di waktu itu.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah.Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma
Ahli Ibadah Pun Ahli Riwayat
Abdullah bin Amr bin Al Ash adalah seorang putra dari tokoh Quraisy sekaligus sahabat yang mulia. Abdullah bin Amr bin Al Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm bin Amr adalah nasabnya secara lengkap. Abdullah masuk Islam sebelum ayahnya.
Suatu saat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, “Wahai Abdullah bin Amr, apa benar berita bahwa engkau memaksakan dirimu untuk shalat malam dan puasa ketika siangnya (setiap hari)?”
“Ya.” Jawab Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma.
“Sebenarnya, cukup bagimu puasa setiap bulan tiga hari. Satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Sehingga, seakan-akan engkau puasa selamanya.” Bimbing Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”
“Cukup bagimu untuk berpuasa setiap pekan tiga hari.”
“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”
“Sesungguhnya puasa yang paling adil di sisi Allah adalah puasa Nabi Dawud ‘alaihis salam. Beliau dulu puasa setengah masa (sehari puasa sehari tidak). Sesungguhnya matamu, tamumu, dan keluargamu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan.”
Kisah teladan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma yang kita baca dengan redaksi di atas merupakan kisah yang disampaikan oleh Ibnu ‘Asakir dalam kitab Mu’jam. Dan beliau mengomentari derajatnya, “Ini adalah hadits hasan shahih.”
Kisah ini menunjukkan semangat beliau dalam beribadah. Dan inilah salah satu keutamaan Abdullah bin Amr. Ahli ibadah dari kalangan shahabat.
Jangan disimpulkan dari kisah di atas bahwa Abdullah adalah seorang figur yang suka menyanggah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak. Abdullah adalah orang yang sangat patuh kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas kenapa Abdullah seolah-olah menolak tawaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mungkin saja karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahnya. Tidak ada kalimat perintah dari beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berusaha untuk memberikan keringanan kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma. Maka dari itu, Abdullah pun berusaha untuk menawarnya.
Di sisi yang lain, ada sebuah kisah yang menggambarkan betapa seorang Abdullah bin Amr sebagai figur sangat patuh kepada perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, “Taatilah ayahmu!” Beliau melaksanakannya dengan sepenuh hati. Tak pernah satu kali pun beliau durhaka terhadap perintah ayahnya. Bahkan, ketika ayahnya memerintahkan untuk mengikuti perang Shiffin, perang saudara antara kaum muslimin, beliau pun ikut. Meskipun sebenarnya beliau sangat membenci hal itu.
Kebencian itu tercermin dalam ucapannya, “Ada apa denganku dan dengan perang Shiffin?! Ada apa denganku dan memerangi kaum muslimin?! Demi Allah, aku berharap mati sepuluh tahun sebelumnya.”
Tak sekadar ucapan, perbuatan beliau pun menguatkan, “Demi Allah, aku tidak pernah sekali pun menebas dengan pedangku, menusuk dengan tombakku, atau melempar panahku. Aku sangat berharap tidak pernah mendatanginya sedikit pun. Aku istighfar dan bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla dari hal itu.” Ya, itulah ungkapan yang menunjukkan penyesalan karena ikut dalam perang yang berkecamuk antara kaum muslimin. Padahal, beliau sama sekali tidak pernah menebaskan pedang atau alat peperangan lainnya. Tidak pernah! Beliau waktu itu hanya membawa bendera perang. Itu pun membuatnya sangat menyesal. Hanya satu yang membuatnya mengayun langkah ke medan perang itu: perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau menaati ayahnya.
Ditinjau dari segi yang lainnya, kisah ini mencerminkan sebuah kualitas dari seorang ahli ibadah dari kalangan sahabat. Banyak ibadahnya, namun masih merasa berdosa dengan hal kecil yang diperbuatnya. Tidak seperti ahli ibadah pada umumnya, yang waktunya dihabiskan untuk ibadah, tanpa mau merenungi dosa yang telah diperbuatnya. Mereka merasa telah melakukan ibadah yang banyak, padahal siapa tahu pahalanya telah gugur dengan riya` dan sum’ah yang dilakukannya. Ya, Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma bukan tipe ahli ibadah yang demikian. Ibadah sesuai dengan sunnah, tanpa merasa dirinya aman dari salah.
Penulis Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tak hanya ibadah, Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma juga sangat menonjol dalam periwayatan hadits. Sampai-sampai, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengakui banyaknya riwayat hadits beliau. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki lebih banyak hadits Rasulullah dariku, kecuali Abdullah bin Amr. Karena, dia menulis hadits namun aku tidak menulis.” [riwayat Al-Bukhari]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengizinkan Abdullah bin Amr untuk menulis hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma sendiri yang bercerita, “Dahulu aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kuhafal. Maka, orang Quraisy pun melarangku. Mereka mengatakan, ‘Kenapa engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal beliau adalah manusia yang berbicara saat marah maupun saat senang?’ Aku pun tidak melanjutkan untuk menulisnya. Lalu aku menyebutkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah pun mengisyaratkan pada mulutnya dan mengatakan, ‘Tulislah! Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Ny, tidak ada yang keluar dari mulut ini kecuali kebenaran.’” [H.R. Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah]
Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma pun kemudian menamai lembaran yang tertulis hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dengan nama Ash Shahifah Ash Shadiqah. Kurang lebih artinya adalah lembaran-lembaran yang jujur lagi benar. Di dalam lembaran ini, Abdullah bin Amr menuliskan hadits yang beliau dengar langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa perantara.
Nah pembaca, sudah terbayang ‘kan semangat Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma? Namun, mungkin masih tersisa tanya, kenapa justru riwayat hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang sampai kepada kita lebih banyak daripada hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma? Padahal, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sendiri telah menegaskan bahwa Abdullah bin Amr memiliki hadits yang lebih banyak. Jawabnya, hal ini disebabkan kesibukan beliau dalam beribadah, sehingga sedikit waktu beliau untuk meriwayatkan hadits.
Menurut Ibnu Sa’ad, sejarawan terkemuka. Abdullah bin Amr bin Al Ash wafat di Syam pada tahun 65 H. Beliau berumur 72 tahun waktu itu.
Demikianlah pembaca, sekelumit cermin dari seorang sahabat yang mulia. Semoga biografi yang ringkas ini bisa kita teladani dan melecutkan semangat kita dalam beribadah dan menuntut ilmu. Allahu a’lam bish shawab. [abdurrahman]
Referensi:
Thabaqatul Kubra (Thabaqat Ibni Sa’d), karya Muhammad bin Sa’ad rahimahullah
Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, karya Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah
Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ash-hab, karya Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah
Abdullah bin Amr bin Ash (Wafat 63 H)
Posted on 10 Februari 2011. Filed under: Para Sahabat | Tags: Abdullah bin amr, Abdullah ibn Amr, Alim, Biografi, Hadits, Ibnu Amr, Ilmu, Islam, Kisah, profil, Sahabat, sirah, Tokoh, Ulama |
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wasallam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wasallam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya Abdullah.
Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Radhiyallahu ‘anhuma.
إِذَا افْتَتَحْتُمْ مِصْرَ فَاسْتَوْصُوا بِالْقِبْطِ خَيْرًا؛ فَإِنَّ لهُمْ ذِمَّةً وَرَحِمًا
‘Jika kalian menaklukkan Mesir, maka aku wasiatkan agar kalian berbuat baik kepada orang-orang Qibthi ini. Mereka berhak atas perlindungan dan kasih sayang’.” (HR. Muslim no.2543).
Selama masa-masa memimpin Mesir, Amr sangat mencintai dan dicintai rakyatnya. Ia memperlakukan mereka dengan adil dan penuh hikmah. Pada masanya juga Mesir mengalami kemajuan pembangunan, di antaranya perencanaan pembangunan Kota Fustat (sekarang disebut Kairo).
Wafatnya Amr bin al-Ash
Amr bin al-Ash wafat pada tahun 43 H atau 663 M, saat itu umurnya lebih dari 90 tahun. Ia telah meriwayatkan 39 hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika ia sedang sakit yang mengantarkannya kepada wafat, anaknya Abdullah bin Amr datang menemuianya. Abdullah melihat ayahanda tercinta sedang menangis, lalu ia mengatakan, “Wahai ayahanda, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira kepadamu, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kabar gembira kepadamu.”
Kemudian Amr menghadapkan wajahnya dan mengatakan, “Aku mengalami tiga fase perjalanan hidup; dahulu aku adalah orang yang sangat membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku sangat senang apabila aku berhasil menangkapnya lalu membunuhnya dengan tanganku. Seandainya aku wafat dalam fase ini, pastilah aku menjadi penduduk neraka.
Ketika Allah menghadirkan kecintaan terhadap Islam di dalam hatiku, aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kukatakana kepada beliau, ‘Julurkanlah tangan Anda, aku akan membaiat Anda’. Rasulullah pun menjulurkan tangan kanannya kepadaku. Lalu kutahan tanganku –sebentar-.
Beliau bertanya, ‘Ada apa wahai Amr?’
Kujawab, ‘Aku ingin Anda memberikan syarat kepadaku’.
Rasulullah mengatakan, ‘Apa syarat yang kau inginkan?’
Aku menjawab, ‘Agar dosa-dosaku diampuni.’
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidakkah engkau ketauhi, bahwa keislaman menghapuskan dosa-dosa sebelumnya? Demikian juga hijrah menafikan kesalahan-kesalahan yang telah lalu? Dan juga haji menyucikan hilaf dan dosa terdahulu?’
Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mataku senantiasa membayangkan dirinya. Aku segan menahan pandanganku –menatap matanya saat matanya menatap mataku- yang demikian, karena aku sangat menghormatinya. Kalau sekiranya aku dipinta untuk menjelaskan fisik beliau, -mungkin- aku tidak mampu, karena aku tidak pernah menyorotkan mataku kepadanya karena rasa hormatku untuknya. Jika aku wafat dalam keadaan demikian, aku berharap aku termasuk penduduk surga.
Kemudian terjadilah suatu perkara, yang aku tidak tahu bagaimana keadaanku kala itu. Tidak bersamaku angin yang berhembus demikian juga api. Saat kalian menguburkanku dan kalian lempari aku dengan tanah pekuburan, kemudian kalian berdiri sesaat di pemakamanku, dan aku menunggu apa yang aku akan jawab dari pertanyaan utusan (malaikat) Rab-ku.” (Riwayat Muslim dalam kitab al-iman, no.121)
Demikianlah Amr bin al-Ash, seorang sahabat yang mulia, seseorang yang memiliki jasa besar terhadap penyebaran dan kekuatan Islam juga terhadap umat Islam. Seorang yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah setelahnya. Semoga Allah meridhai beliau…
Sumber: islamstory.com
Biografi Abdullah bin Amr bin Ash
Biografi Abdullah bin Amr bin Ash - Beliau adalah Abdullah bin amr bin ash, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Al ash. Ketika beliau masuk Islam Nabi Muhammad shallallahualaihiwasallam mengubah nama beliau dengan Abdullah. Gelar beliau adalah Abu Muhammad atau ada pula yang mengatakan Abdurrahman atau Abu Nushair Al Qurays As Sahmi.
Beliau adalah sosok mujahid yang tangguh, tinggi, gemuk dan berwajah kemerah-merahan putih rambut dan jenggotnya.Ketika usianya telah lanjut kedua mata beliau buta. Abdullah bin Amr adalah orang yang alim, shalih, kuat dan bersemangat dalam beribadah. Beliau adalah sahabat rasulullah, demikian pula Bapaknya, bahkan beliau lebih dahulu masuk Islam sebelum ayahnya. Beliau dikenal sangat rajin membaca Al quran, tiada punya rasa bosan. Abdullah memang dikenal sangat rajin beribadah, baik sholat, puasa membaca Al Quran maupun shalat malam, sampai beliau berlebihan dalam menjalankannya.Rasulullah SAW pun memanggil Abdullah dan diperintahkan agar tidak terlalu berlebihan dalam beribadah. Dan beliau bersabda :
"Aku puasa dan berbuka, bangun shalat malam dan tidur juga menikahi wanita, maka yang tidak suka sunahku tidaklah termasuk golonganku"
Abdullah bin Amr ini semenjak masuk Islam pertama-tama yang menjadi pusat perhatiannya adalah Al Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur. Setiap turun ayat maka dihafalkan dan diusahakan untuk memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna beliau pun telah hafal keseluruhannya. Dan beliau menghafalkan itu bukanlah hanya sekedar mengingat, akan tetapi idihafalkan dengan tujuan dapat dipergunakan untuk memupuk jiwanya, dan kemudian menjadi hamba Allah yang taat.
Abdullah pernah berkata: "Kami telah mengumpulkan Al Quran kemudian kami membaca keseluruhannnya dalam waktu semalam".Memang beliau dikaruniakan akal yang sempurna ,cerdas, semangat dalam mencari ilmu dari Nabi, rajin dan tekun mencatat. Ia pun memiliki ilmu dan amal yang mapan.
Abu Hurairah pernah berkata: "Tidak ada seorang pun dari shahabat Rasulullah SAW yang lebih banyak haditsnya dari pada kami kecuali Abdullah bin Amr, Karena beliau menulis dan kami tidak menulis."
Diantara keistimewaan beliau adalah bahwa beliau sebaik-baik ahlu bait. Dan ketika berada di rumah Rasulullah SAW , Rasul bertanya: "Tahukah kamu siapa yang bersama kami di rumah?", Kami berkata: "siapa Rasulullah". Beliau menjawab Jibril. Kami berkata: "Assalamualaika yaa Jibril warahmatullah". Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Jibril telah menjawab salam kamu"(HR Tabrani).
Beliau wafat pada malam hari di usianya yang ke 72 tahun bertepatan dengan tahun 65 atau 63 hijriah dan dimakamkan di rumahnya sendiri, karena terjadinya kerusuhan di waktu itu.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah.Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma
Ahli Ibadah Pun Ahli Riwayat
Abdullah bin Amr bin Al Ash adalah seorang putra dari tokoh Quraisy sekaligus sahabat yang mulia. Abdullah bin Amr bin Al Ash bin Wail bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm bin Amr adalah nasabnya secara lengkap. Abdullah masuk Islam sebelum ayahnya.
Suatu saat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, “Wahai Abdullah bin Amr, apa benar berita bahwa engkau memaksakan dirimu untuk shalat malam dan puasa ketika siangnya (setiap hari)?”
“Ya.” Jawab Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma.
“Sebenarnya, cukup bagimu puasa setiap bulan tiga hari. Satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Sehingga, seakan-akan engkau puasa selamanya.” Bimbing Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”
“Cukup bagimu untuk berpuasa setiap pekan tiga hari.”
“Aku punya kekuatan untuk melakukan lebih dari itu.”
“Sesungguhnya puasa yang paling adil di sisi Allah adalah puasa Nabi Dawud ‘alaihis salam. Beliau dulu puasa setengah masa (sehari puasa sehari tidak). Sesungguhnya matamu, tamumu, dan keluargamu memiliki hak yang wajib engkau tunaikan.”
Kisah teladan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma yang kita baca dengan redaksi di atas merupakan kisah yang disampaikan oleh Ibnu ‘Asakir dalam kitab Mu’jam. Dan beliau mengomentari derajatnya, “Ini adalah hadits hasan shahih.”
Kisah ini menunjukkan semangat beliau dalam beribadah. Dan inilah salah satu keutamaan Abdullah bin Amr. Ahli ibadah dari kalangan shahabat.
Jangan disimpulkan dari kisah di atas bahwa Abdullah adalah seorang figur yang suka menyanggah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak. Abdullah adalah orang yang sangat patuh kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas kenapa Abdullah seolah-olah menolak tawaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mungkin saja karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahnya. Tidak ada kalimat perintah dari beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berusaha untuk memberikan keringanan kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma. Maka dari itu, Abdullah pun berusaha untuk menawarnya.
Di sisi yang lain, ada sebuah kisah yang menggambarkan betapa seorang Abdullah bin Amr sebagai figur sangat patuh kepada perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, “Taatilah ayahmu!” Beliau melaksanakannya dengan sepenuh hati. Tak pernah satu kali pun beliau durhaka terhadap perintah ayahnya. Bahkan, ketika ayahnya memerintahkan untuk mengikuti perang Shiffin, perang saudara antara kaum muslimin, beliau pun ikut. Meskipun sebenarnya beliau sangat membenci hal itu.
Kebencian itu tercermin dalam ucapannya, “Ada apa denganku dan dengan perang Shiffin?! Ada apa denganku dan memerangi kaum muslimin?! Demi Allah, aku berharap mati sepuluh tahun sebelumnya.”
Tak sekadar ucapan, perbuatan beliau pun menguatkan, “Demi Allah, aku tidak pernah sekali pun menebas dengan pedangku, menusuk dengan tombakku, atau melempar panahku. Aku sangat berharap tidak pernah mendatanginya sedikit pun. Aku istighfar dan bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla dari hal itu.” Ya, itulah ungkapan yang menunjukkan penyesalan karena ikut dalam perang yang berkecamuk antara kaum muslimin. Padahal, beliau sama sekali tidak pernah menebaskan pedang atau alat peperangan lainnya. Tidak pernah! Beliau waktu itu hanya membawa bendera perang. Itu pun membuatnya sangat menyesal. Hanya satu yang membuatnya mengayun langkah ke medan perang itu: perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau menaati ayahnya.
Ditinjau dari segi yang lainnya, kisah ini mencerminkan sebuah kualitas dari seorang ahli ibadah dari kalangan sahabat. Banyak ibadahnya, namun masih merasa berdosa dengan hal kecil yang diperbuatnya. Tidak seperti ahli ibadah pada umumnya, yang waktunya dihabiskan untuk ibadah, tanpa mau merenungi dosa yang telah diperbuatnya. Mereka merasa telah melakukan ibadah yang banyak, padahal siapa tahu pahalanya telah gugur dengan riya` dan sum’ah yang dilakukannya. Ya, Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma bukan tipe ahli ibadah yang demikian. Ibadah sesuai dengan sunnah, tanpa merasa dirinya aman dari salah.
Penulis Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tak hanya ibadah, Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma juga sangat menonjol dalam periwayatan hadits. Sampai-sampai, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengakui banyaknya riwayat hadits beliau. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memiliki lebih banyak hadits Rasulullah dariku, kecuali Abdullah bin Amr. Karena, dia menulis hadits namun aku tidak menulis.” [riwayat Al-Bukhari]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mengizinkan Abdullah bin Amr untuk menulis hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma sendiri yang bercerita, “Dahulu aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kuhafal. Maka, orang Quraisy pun melarangku. Mereka mengatakan, ‘Kenapa engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal beliau adalah manusia yang berbicara saat marah maupun saat senang?’ Aku pun tidak melanjutkan untuk menulisnya. Lalu aku menyebutkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah pun mengisyaratkan pada mulutnya dan mengatakan, ‘Tulislah! Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Ny, tidak ada yang keluar dari mulut ini kecuali kebenaran.’” [H.R. Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah]
Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhuma pun kemudian menamai lembaran yang tertulis hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dengan nama Ash Shahifah Ash Shadiqah. Kurang lebih artinya adalah lembaran-lembaran yang jujur lagi benar. Di dalam lembaran ini, Abdullah bin Amr menuliskan hadits yang beliau dengar langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa perantara.
Nah pembaca, sudah terbayang ‘kan semangat Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma? Namun, mungkin masih tersisa tanya, kenapa justru riwayat hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang sampai kepada kita lebih banyak daripada hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma? Padahal, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sendiri telah menegaskan bahwa Abdullah bin Amr memiliki hadits yang lebih banyak. Jawabnya, hal ini disebabkan kesibukan beliau dalam beribadah, sehingga sedikit waktu beliau untuk meriwayatkan hadits.
Menurut Ibnu Sa’ad, sejarawan terkemuka. Abdullah bin Amr bin Al Ash wafat di Syam pada tahun 65 H. Beliau berumur 72 tahun waktu itu.
Demikianlah pembaca, sekelumit cermin dari seorang sahabat yang mulia. Semoga biografi yang ringkas ini bisa kita teladani dan melecutkan semangat kita dalam beribadah dan menuntut ilmu. Allahu a’lam bish shawab. [abdurrahman]
Referensi:
Thabaqatul Kubra (Thabaqat Ibni Sa’d), karya Muhammad bin Sa’ad rahimahullah
Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, karya Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah
Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ash-hab, karya Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah
Abdullah bin Amr bin Ash (Wafat 63 H)
Posted on 10 Februari 2011. Filed under: Para Sahabat | Tags: Abdullah bin amr, Abdullah ibn Amr, Alim, Biografi, Hadits, Ibnu Amr, Ilmu, Islam, Kisah, profil, Sahabat, sirah, Tokoh, Ulama |
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wasallam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wasallam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya Abdullah.
Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Radhiyallahu ‘anhuma.
trimakasih
Syair tentang Kehidupan Oleh Imam Syafii
Syair
dan terjemahnya :
Al-Imâm asy-Syâfi’i rahimahullâh (wafat: 204-H)
bersyair:
دَعِ الأَيَّامَ تَفْعَل مَا تَشَاءُ ** وَطِبْ نَفْساً إذَا
حَكَمَ الْقَضَاءُ
“Biarkanlah
hari demi hari berbuat sesukanya ** Tegarkan dan lapangkan jiwa tatkala takdir
menjatuhkan ketentuan (setelah diawali dengan tekad dan usaha).”
وَلا تَجْزَعْ لِنَازِلَةِ اللَّيَالِـي ** فَمَا
لِـحَوَادِثِ الدُّنْيَا بَقَاءُ
“Janganlah
engkau terhenyak dengan musibah malam yang terjadi ** Karena musibah di dunia
ini tak satu pun yang bertahan abadi (musibah tersebut pasti akan berakhir).”
وكُنْ رَجُلاً عَلَى الْأَهْوَالِ جَلْدًا ** وَشِيْمَتُكَ
السَّمَاحَةُ وَالْوَفَاءُ
“(Maka)
jadilah engkau lelaki sejati tatkala ketakutan menimpa ** Dengan akhlakmu;
kelapangan dada, kesetiaan dan integritas.”
وإنْ كَثُرَتْ عُيُوْبُكَ فِيْ الْبَرَايَا ** وسَرّكَ أَنْ
يَكُونَ لَها غِطَاءُ
“Betapapun
aibmu bertebaran di mata makhluk ** Dan engkau ingin ada tirai yang
menutupinya.”
تَسَتَّرْ بِالسَّخَاء فَكُلُّ عَيْبٍ ** يُغَطِّيْهِ كَمَا
قِيْلَ السَّخَاءُ
“Maka
tutupilah dengan tirai kedermawanan, karena segenap aib ** Akan tertutupi
dengan apa yang disebut orang sebagai kedermawanan.”
وَلَا تُرِ لِلْأَعَادِيْ قَطُّ ذُلًّا ** فَإِنَّ شَمَاتَةَ
الْأَعْدَا بَلَاءُ
“Jangan
sedikitpun memperlihatkan kehinaan di hadapan musuh (orang-orang kafir) ** Itu
akan menjadikan mereka merasa di atas kebenaran disebabkan berjayanya mereka,
sungguh itulah malapetaka yang sebenarnya.”
وَلَا تَرْجُ السَّمَاحَةَ مِنْ بَخِيْلٍ ** فَما فِي النَّارِ
لِلظْمآنِ مَاءُ
“Jangan
pernah kau berharap pemberian dari Si Bakhil ** Karena pada api (Si Bakhil),
tidak ada air bagi mereka yang haus.”
وَرِزْقُكَ لَيْسَ يُنْقِصُهُ التَأَنِّي ** وليسَ يزيدُ في
الرزقِ العناءُ
“Rizkimu
(telah terjamin dalam ketentuan Allâh), tidak akan berkurang hanya karena sifat
tenang dan tidak tergesa-gesa (dalam mencarinya) ** Tidak pula rizkimu itu
bertambah dengan ambisi dan keletihan dalam bekerja.”
وَلاَ حُزْنٌ يَدُومُ وَلاَ سُرورٌ ** ولاَ بؤسٌ عَلَيْكَ
وَلاَ رَخَاءُ
“Tak
ada kesedihan yang kekal, tak ada kebahagiaan yang abadi ** Tak ada
kesengsaraan yang bertahan selamanya, pun demikian halnya dengan kemakmuran.
(Beginilah keadaan hari demi hari, yang seharusnya mampu senantiasa memberikan
kita harapan demi harapan dalam kehidupan)”
إذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ** فَأَنْتَ وَمَالِكُ
الدُّنْيَا سَوَاءُ
“Manakala
sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka antara engkau dan raja dunia,
sama saja (artinya: orang yang qanâ’ah, senantiasa merasa cukup dengan apa yang
diberikan Allâh untuknya, maka sejatinya dia seperti raja bahkan lebih merdeka
dari seorang raja)
وَمَنْ نَزَلَتْ بِسَاحَتِهِ الْمَنَايَا ** فلا أرضٌ تقيهِ
ولا سماءُ
“Siapapun
yang dihampiri oleh janji kematian ** Maka tak ada bumi dan tak ada langit yang
bisa melindunginya.”
وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً وَلَكِنْ ** إذَا نَزَلَ الْقَضَا
ضَاقَ الْفَضَاءُ
“Bumi
Allâh itu teramat luas, namun ** Tatakala takdir (kematian) turun (menjemput),
maka tempat manapun niscaya kan terasa sempit.”
دَعِ الأَيَّامَ تَغْدرُ كُلَّ حِينٍ ** فَمَا يُغْنِيْ عَنِ
الْمَوْتِ الدَّوَاءُ
“Biarkanlah
hari demi hari melakukan pengkhianatan setiap saat (artinya: jangan kuatir
dengan kezaliman yang menimpamu) ** Toh, (pada akhirnya jika kezaliman tersebut
sampai merenggut nyawa, maka ketahuilah bahwa) tak satu pun obat yang bisa
menangkal kematian (artinya: mati di atas singgasana sebagai seorang raja dan
mati di atas tanah sebagai orang yang terzalimi, sama-sama tidak ada obat
penangkalnya).”
***
Dari
kitab Dîwân al-Imâm asy-Syâfi’i hal. 10, Ta’lîq: Muhammad Ibrâhîm
Salîm
Diterjemahkan
oleh:
Jo
Saputra “Abu Ziyan” Halim
(Semoga Allâh senantiasa
memaafkannya)
semoga bermanfaat
Langganan:
Postingan (Atom)